Jakarta, 9 Maret 2024 — Saat ini Indonesia tengah dilanda tantangan yang mengkhawatirkan seiring dengan lonjakan kasus perundungan dan kekerasan seksual, khususnya terhadap anak-anak. Kejadian tersebut mencuri perhatian masyarakat melalui saluran informasi yang tersebar melalui media sosial. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya melanda korban secara langsung, namun juga menciptakan gelombang kekhawatiran dan kecemasan bagi orang tua.
Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Guru Pendidikan Dasar bekerja sama dengan Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kemendikbudristek menyelenggarakan Webinar Sosialiasasi Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan Pendidikan dengan tema “Peran Orang Tua Dalam Pencegahan Perundungan dan Kekerasan Seksual”. Webinar ini dilaksanakan secara hybrid (luring dan daring) di Jakarta dan disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Ditjen GTK Kemdikbud RI, Jumat (8/3).
Dalam sambutannya secara daring, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Pendidikan (Dirjen GTK), Nunuk Suryani, mengungkapkan bahwa berdasarkan data asesmen nasional Kemendikbudristek tahun 2022 menyatakan sebanyak 34,51% peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual, 26,9 % peserta didik berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31% peserta didik berpotensi mengalami perundungan. Menurut Nunuk, masalah tersebut tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja, melainkan perlu adanya sinergi bersama antar berbagai pihak baik pemerintah, lingkungan masyarakat, maupun keluarga.
“Kemendikbudristek telah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023, tentang pencengahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. Peraturan tersebut menjamin kepastian hukum bagi satuan pendidikan dalam melindungi seluruh warga dalam satuan pendidikan tersebut, termasuk guru dan peserta didik, serta meningkatkan kualitas pendidikan guna mewujudkan satuan pendidikan yang merdeka dari kekerasan,” ujar Nunuk.
Melalui kegiatan ini, Dirjen Nunuk mengajak kepada para seluruh peserta webinar untuk mengkampanyekan pencegahan dan penanganan kekerasan, serta bergerak bersama menciptakan lingkungan inklusif, berkebhinekaan, dan aman di satuan pendidikan.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kemendikbudristek, Tetty Herawati Aminudin Aziz, mengatakan bahwa webinar ini merupakan bentuk komitmen dari DWP Kemendikbudristek dalam melawan perundungan dan kekerasan seksual, menciptakan lingkungan yang aman, melindungi korban perundungan dan kekerasan seksual untuk tidak melakukan atau mendukung aksi tersebut, mengetahui dampak buruk, serta memerangi perundungan dan kekerasan seksual yang dimulai dari lingkungan keluarga.
“Melalui webinar ini kami berharap semua peserta dapat menularkan hal positif setelah mendapat ilmu dan pengetahuan dari narasumber. Sehingga kita dapat menurunkan angka yang disebut oleh Ibu Dirjen supaya menjadi lebih rendah lagi, bahkan tidak ada lagi sehingga kita menjadi aman dan anak-anak dapat menjadi seorang figur hebat di masa depan” ujar Tetty.
Pemateri webinar, Nurina, menjelaskan bahwa peran orang tua bagi anak adalah bukan hanya sekadar tugas, melainkan sebuah seni yang memerlukan pemahaman mendalam terhadap peran yang kita jalani dan siapa yang menikmati peran kita. Nurina menghimbau kepada para orang tua sekaligus peserta webinar untuk mampu mendeteksi karakteristik atau ciri dari perilaku perundungan.
“Dengan mendeteksi ciri perilaku perundungan dan kekerasan seksual, sebagai orang tua juga kita harus mampu mendeteksi awal korban dari perilaku. Peran orang tua dalam pencegahan perundundan dan kekerasan seksual juga harus dapat mengetahui Psikoseksual anak, dimana dalam masa Anak Usia Dini yaitu 0-6 tahun mengalami fase Oral, Anal, dan Phalik. Masa Kanak-Kanak Pertengahan atau Pra Pubertas yaitu 7-12 tahun mengalami fase Laten, dan pubertas atau remaja awal mengalami Fase Genital yang sedang mencari identitas diri sesuai jenis kelamin,” pungkas Nurina.
Selanjutnya Nurina juga mengungkapkan tiga cara dalam menghadapi perundungan dan kekerasan seksual. Pertama adalah dengan promotif, menyinergikan peran orang tua & sekolah, memberi pengetahuan pendidikan seksualitas sesuai tahapan perkembangan anak, melakukan Parenting Class, dan melatih keterampilan sosial anak. Kedua, dengan cara preventif, memberi gaya pengasuhan yang sesuai dengan modalitas utama anak, membangun komunikasi harmonis dengan anak, melakukan pola asuh yang seimbang antara demokratis, otoriter dan permisif, serta menyeimbangkan antara harapan dan kemampuan anak. Dan ketiga, cara kuratif, memperbanyak afirmasi positif pada anak dengan pujian dan penghargaan, meningkatkan self esteem anak dengan fokus pada kompetensi yang dimiliki, melakukan terapi warna, dan mencari bantuan tenaga profesional seperti konseling atau psikoterapi.
“Pendidikan karakter anak terbentuk melalui perjalanan panjang, maka nikmatilah setiap prosesnya. Karena setiap yang menanam, pasti akan menuai,” tutup Nurina.
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id