KSPSTK - Wacana membentuk generasi muda yang melek sains, literatif-numeratif dan berkarakter di era global ini perlu diwadahi dengan pengembangan kerangka pedagogis yang memerdekakan, relevan dan berkesinambungan. Dilandasi keyakinan epistemologis bahwasanya proses pendidikan merupakan fenomena pembentukan manusia seutuhnya sesuai dengan kodratnya, maka diperlukan upaya konstruktif yang mengarah pada pencapaian tujuan itu. Seiring dengan hal itu pemerintah melalui kementerian pendidikan kebudayaan riset dan teknologi (Kemdikbudristek) telah melakukan upaya mendasar dan progresif yakni merubah kurikulum pembelajaran dari kurikulum 2013 menjadi kurikulum merdeka. Tujuannya tidak lain untuk penguatan peran kurikulum dalam proses transformasi pendidikan di era saat ini dan masa yang akan datang.
Esensi dari kurikulum merdeka adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dan menghasilkan generasi masa depan yang kuat secara intelektualitas, karakter dan memiliki semangat sebagai pembelajar sepanjang hayat (life long learner). Karena itu, dalam cakupannya konten kurikulum merdeka terdiri dari kompetensi, pelaksanaan pembelajaran yang fleksibel dan karakter pelajar pancasila. Sedangkan spiritnya, pihak satuan pendidikan, guru dan peserta didik diberikan keleluasaan untuk pengembangan proses pembelajaran. Satuan pendidikan juga didorong dapat berkolaborasi dengan berbagai pihak pemangku kepentingan seperti dunia industri, perguruan tinggi, praktisi dan masyarakat untuk mewujudkan merdeka belajar.
Penerapan kurikulum merdeka, selain untuk memberi jawaban terhadap beberapa permasalahan yang melekat pada kualitas manusia Indonesia dan problem pendidikan selama ini, secara spesifik juga dimaksudkan untuk mendorong agar peserta didik dalam pembelajaran mampu berkembang sesuai dengan minat, bakat, potensi dan kebutuhan kodratinya. Peserta didik juga diberikan keleluasaan untuk menjadi subyek dan bagian dari agen perubahan dalam proses pembelajaran. Dalam proses penerapannya, tentunya tidak semudah yang dibayangkan, tetapi didapatkan berbagai tantangan yang perlu di elaborasi dan dipecahkan untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional dalam kerangka kurikulum merdeka.
Tantangan dan tanggung jawab itu tentunya perlu direspon secara kritis dan komprehensif oleh para pemangku kepentingan khusus pihak satuan pendidikan, apabila menginginkan tujuan ideal penerapan kurikulum merdeka tercapai. Dalam kaitannya dengan hal itu, setidaknya terdapat beberapa tantangan yang perlu direspon oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran di satuan pendidikan, agar dalam pelaksanaan kurikulum merdeka dapat berjalan secara efektif dan efesien.
Pertama, tantangan kesiapan sumber daya manusia (guru) sebagai pilar utama pelaksanan kurikulum merdeka. Eksistensi guru dalam penerapan kurikulum merdeka merupakan sebagai lokomotif dan penggerak keberhasilan berbagai program merdeka belajar seperti pembejaran berdiferensiasi, pelaksanaan project penguatan profil pelajar pancasila dan asesmen pembelajaran serta pemberdayaan teknologi sebagai alat pendukung pembelajaran. Karena itu, itu penguatan keberadaan guru melalui program pengembangan sesuai kebutuhan perlu dilakukan secara terus menerus dna konsisten, apalagi jika melihat hasil program pengembangan profesi guru selama ini belum memiliki dampak signifikan terhadap peningkatan mutu kualitas di Indonesia.
Cakupan pengembangan kompetensi guru tentunya tidak selalu pada aspek yang sifat teoritik dan berbasis pengetahuan saja tetapi juga penguatan aspek psikologis, kultural, keterampilan dan sikap adaptif terhadap perkembangan dinamika sosial. Penguatan dan perubahan paradigm guru (shift paradigm) dapat menjadi prioritas dalam program pengembangan, tujuannya dapat memberikan bekal secara filosofis, pemulihan idealism dan dorongan untuk selalu bersikap adaptif dalam setiap perubahan. Berbagai upaya pengembangan yang dapat dilakukan oleh satuan pendidikan melalui brainstorming awal, in house training, workshop, kegiatan focus group discusion (FGD) antar guru, seminar-seminar, fourm berbagi praktik baik dan pemberdayaan jaringan program musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) serta terlibat dalam pemberdayaan platform merdeka mengajar (PMM). Tanpa adanya upaya-upaya pengembangan kompetnsi guru tersebut, maka keniscayaan pencapaian dan optimalisasi peran guru dalam pelaksanaan kurikulum merdeka akan menui hambatan dan bisa jadi menjadi masalah baru.
Kedua, tantangan kemampuan guru dalam pemberdayaan fasilitas teknologi berbasis digital. Sebagaiamana arah proses pembelajaran dalam kurikulum merdeka berbasis berbasis teknologi, maka pemberdayaan teknologi digital sudah saatnya untuk dilakukan bagi setiap guru mata pelajaran dalam layanan pembelajaran, terlebih dalam pencarian dan penggunaan berbagai sumber pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa saat ini dan kedepan setiap guru diharuskan untuk menguasai teknologi digital sebagai basis dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kondisi seperti inilah, maka guru seyogianya sudah mulai mengenal dan memanfaatkan platform pembelajaran, email, hybrid learning, e-learning, sumber dan median pembelajaran berbasis digital. Dengan upaya ini, pembelajaran dapat dibuat menjadi lebih luas cakupannya, menarik, interaktif, kontekstual dan memungkinkan terjadinya pengembangan materi secara lebih mendalam sesuai kebutuhan. Melalui pemberdayaan pembelajaran berbasis digital, peserta didik sekaligus dilatih untuk memanfaatkan teknologi secara positif, adaptif dan inovatif terhadap perkembangan teknologi.
Gambar1. Kemitraan dengan dunia Industri untuk pembelajaran bermakna
Ketiga, tantangan untuk memperkuat jaringan komunikasi dan kemitraan antara satuan pendidikan dengan pemangku kepentingan terkait. Secanggih dan sehebat apapun kurikulum pembelajaran didesain tetapi tanpa adanya dukungan jaringan komunikasi dan kemitraan yang efektif oleh satuan pendidikan dengan pemangku kepentingan terkait, maka pelaksanaan kurikulum akan berjalan kurang optimal bahkan bisa jadi akan menemukan hambatan. Urgensi adanya dukungan jaringan komunikasi dan kemitraan yang dilakukan sekolah adalah untuk memperkuat pelaksanaan kurikulum merdeka melalui sinergi gotong royong, saling berbagi inspirasi dan dukungan mewujudkan pembelajaran berkmakna bagi peserta didik.
Oleh karena itu, dukungan jaringan komunikasi dan kemitraan yang sudah terbentuk melalui saluran peran komite sekolah, organisasi profesi, dunia industri, perguruan tinggi, sentra seni-budaya dan praktisi serta masyarakat dioptimalkan fungsinya bahkan dikembangkan terus untuk mendorong terwujudnya merdeka belajar. Di sisi lain jaringan komunikasi dan kemitraan juga dapat dilakukan oleh guru, dengan membangun networking antar pengguna media pembelajaran berbasis ICT di dunia maya, terlibat dalam komunitas pembelajar dan memanfaatkan Platform Merdeka Mengajar untuk media belajar bersama dalam komunitas. Dalam situasi seperti itulah akan terjadi proses take and give antar satuan pendidikan, guru dan para pemangku kepentingan untuk memfasilitasi pembelajaran yang memerdekakan.
Keempat, tantangan untuk menjalankan fungsi asesmen pembelajaran yang merupakan bagian terpadu dalam pembelajaran. Salah satu aspek penting yang sering diabaikan sekolah dalam pencapaian tujuan pelaksanaan kurikulum adalah pelaksanaan asesmen pembelajaran. Saat ini asesmen pembelajaran yang dilakukan oleh sebagian guru secara umum masih terbatas dan terfokus pada asesmen akhir/sumatif pembelajaran), padahal jika merujuk pada konsep dalam teori evaluasi dan pembelajaran, pelaksanaan asesmen mestinya mencakup pada asesmen awal, asesmen proses (assessement for and as learning) dan akhir pembelajaran (assessement of learning). Rangkaian proses asesmen tersebut juga merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan terintegrasi dalam proses pembelajaran, bersifat siklus dan tidak linier.
Kerangka model asesmen tersebut menggambarkan bahwa bagian-bagian komponen dalam pembelajaran saling berkaitan; tujuan pembelajaran, kondisi awal peserta didik, proses pelaksanaan pembelajaran dan asesmen pembelajaran. Dalam model siklus seperti itu hasil asesmen memberikan umpan balik kepada semua komponen dalam pembelajaran, sehingga kualitas proses dan hasil pembelajaran diharapkan akan tercapai secara optimal sesuai dengan konsep pembelajaran dengan paradigma baru.
Gambar2. Evaluasi dan Refleksi Penerapan kurikulum merdeka
Selain itu, cakupan yang dikembangkan dalam asesmen semestinya bersifat holistik, mengukur seluruh aspek kompetensi dan karakter peserta didik sesuai dengan kondisi kodratinya. Begitu juga dengan instrument yang digunakan dalam asesmen, perlu dikembangkan secara bervariatif sesuai dengan tujuan pembelajaran, kebutuhan dan kondisi karakteristik peserta didik. Instrument yang digunakan tidak terbatas pada bentuk soal tes tertulis dan atau soal tanya jawab secara lisan dengan pertanyaan terkesan dangkal, tetapi berbagai bentuk instrument tes seperti project, video, gambar, penampilan, karya kreatif dan alat tes lain yang relevan dengan fokus pada penguatan kemampuan higher order thinking skill.
Deskripsi keterkaitan berbagai tantangan dalam penerapan kurikulum merdeka tersebut merupakan bagian refleksi untuk mendorong terwujud implementasi kurikulum merdeka yang efektif dan mengantisipasi kegagalan satuan pendidikan dalam pelaksanaan kurikulum. Akhirnya, semoga dengan memberdayakan dan mensinergikan tantangan berbagai komponen pendidikan tersebut sekolah dapat mengimplementasikan kurikulum merdeka dengan baik, serta kedepan dapat terlihat dampaknya bagi kemajuan mutu pendidikan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, kualitas karakter dan penguatan integrasi sosial. Saat ini kurikulum merdeka sudah mencoba memfasislitasi untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan pendidikan nasional, karena itu dengan adanya perubahan kurikulum ini setidaknya dapat memberikan peluang lebih besar dan menjadi tantangan bersama bagi satuan pendidikan, kepala sekolah dan guru untuk mewujudkan merdeka belajar dengan penuh kemerdekaan, kebahagiaan dan kesadaran diri akan pentingnya perbaikan kualitas suatu bangsa.
Muqorobin, M.Pd
Kepala SMA Avicenna Jagakarsa
Jakarta Selatan