KSPSTK - Siswa berkebutuhan khusus menghadapi sejumlah faktor risiko yang menempatkan mereka belajar lebih lambat dibandingkan dengan rekan mereka dan memiliki prestasi akademik yang terbatas pada saat meninggalkan masa sekolah. Banyak dari mereka yang belum dilengkapi atau siap untuk hidup mandiri. Disebabkan karena kebutuhan khususnya, maka pelatihan dan penempatan kerja yang mereka terima dibatasi oleh keahlian fisik, bukan keahlian intelektual, bahkan walaupun mereka tidak memiliki kebutuhan khusus/hambatan intelektual. Hasil observasi awal penulis pada awal tahun tahun 2022 tentang kegiatan vokasional di beberapa sekolah binaan, dihasilhan hanya sekitar 28% dari lulusan SLB binaan yang terserap dalam dunia kerja, itupun hampir semua menjadi wirausahawan dengan bekal keterampilan di masa sekolahnya yang masih sangat minim dibandingkan dengan kebutuhannya.
Bidang PK-PLK Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur sebagai kepanjangan tangan dari Kementrian Pendidikan Kebudayan Riset dan Teknologi telah melakukan berbagai kegiatan untuk mengimplementasikan program transisi ke pasca sekolah. Salah satu pilar penting pendidikan adalah jaringan dan kesesuaian dengan kurikulum sekolah, dunia usaha dan industri, namun kesiapan dan upaya yang dilakukan masih belum sesuai dengan kebutuhan lapangan. Kesiapan peserta didik dalam memasuki dunia kerja juga perlu dipersiapkan, sehingga para lulusan dari lembaga pendidikan dapat mengisi kebutuhan lapangan kerja sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman.
Sasaran program transisi ke pasca sekolah adalah siswa berkebutuhan khusus yang bersekolah di SLB maupun di sekolah reguler. Program transisi ke pasca sekolah dapat diselenggarakan secara terinteragasi menyatu dengan kurikulum sekolah, atau dapat juga diberikan dalam bentuk program khusus di luar kurikulum sekolah. Tujuan utama implementasi program transisi ke pasca sekolah adalah memberikan bekal kemandirian kepada setiap siswa berkebutuhan khusus agar setelah menyelesaikan program satuan pendidikan, dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau bekerja mandiri, berwira usaha sesuai dengan bakat, minat dan potensinya.
Ada permasalahan tersendiri bagi siswa berkebutuhan khusus dalam rangka memasuki dunia kerja. Keterbatasan secara fisik, mental, dan/atau sosial menyebabkan keterbatasan pula dalam kecakapan kerja yang sesuai dengan tuntunan dunia usaha dan industri. Karena itu, bagi para siswa berkebutuhan khusus di sekolah luar biasa (SLB) maupun yang belajar vokasionalnya lebih awal, lebih sitematis, dan lebih terprogram sejak mereka mengikuti pendidikan. Penyiapan kecakapan vokasional ini harus disesuaikan dengan tingkat kesulitan dan kebutuhan siswa berkebutuhan khusus serta tingkat perkembangan karir anak.
Pada usia-usia sekolah dasar, perkembangan karir mereka berbeda dengan tingkat usia SMP maupun SMA. Program penyiapan keterampilan vokasional diperlukan untuk menyiapkan kemandirian siswa berkebutuhan khusus. Tahap tersebut bisa meliputi tahap perkembangan/pertumbuhan, tahap eksplorasi, tahap pembentukan, pemeliharaan, dan penolakan. Siswa SMALB adalah siswa yang siap terjun dalam masyarakat, untuk itu, perlu kesiapan secara mental, fisik, dan sosial. Banyak dari mereka yang belum diperlengkapi atau siap untuk hidup mandiri. Disebabkan oleh kebutuhan khususnya, maka pelatihan dan penempatan kerja yang mereka terima dibatasi oleh keahlian fisik, bukan keahlian intelektual, bahkan walaupun mereka tidak memiliki kebutuhan khusus intelektual.
Pada umumnya, anak berkebutuhan khusus banyak yang menjadi pengangguran dan bergantung pada orang tua atau fihak lain seperti tempat-tempat penyantunan kesejahteraaan sosial tanpa mau dan mampu mencari atau menciptakan lapangan pekerjaan. Sebagian yang lain dari anak berkebutuhan khusus mungkin memiliki keinginan untuk bekerja, namun tidak memiliki pengetahuan bagaimana mencari pekerjaan. Orang-orang ini, khususnya mereka yang berasal dari keluarga miskin, memiliki perasaan minder, frustasi, khawatir dan isolasi sosial sehingga memperburuk keadaan yang membuat mereka semakin terisolir dari lingkungan sosial. Tanpa adanya intervensi pemerintah, anak berkebutuhan khusus pengangguran jumlahnya semakin meningkat dan akan semakin kehilangan harapan dan tidak bernafsu lagi untuk hidup.
Transisi menurut Asosiasi Buruh Internasional merupakan suatu proses orientasi sosial yang mengakibatkan perubahan status dan peran (Misalnya dari status siswa menjadi siswa magang, dari siswa magang menjadi pekerja dan dari seorang yang tergantung menjadi seseorang yang mandiri) dan yang menjadi pusat pengintegrasian ke dalam masyarakat). Transisi mengakibatkan perubahan, aktivitas, rutin dan citra diri.
Gambar 1. Magang siswa SMALB-B Karya Mulya di Tiara Handicraft Sidosermo Surabaya
Pendidikan tehnik dan kejuruan yang lebih kita kenal dengan vokasional termasuk pengetahuan terkait teknik memperoleh keahlian praktis, sikap, pemahaman, dan pengetahuan yang berhubungan dengan pekerjaan di berbagai sektor ekonomi dan kehidupan sosial. Pendidikan teknik dan kejuruan selanjutnya difahami sebagai bagian integral dari pendidikan umum dan suatu sarana untuk mempersiapkan bidang pekerjaan /terlibat secara sfektif dalam dunia kerja.
Saat ini sekolah binaan wilayah Sidoarjo di Surabaya, berdasar program vokasional mandiri dari Bidang PK-PLK Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, telah memiliki beberapa kegiatan vokasinal yang meliputi kegiatan Tata Boga, Tata Busana, Tata Kecantikan, Tata Graha, Kerajinan Tangan, Kriya Kayu, Hantaran, Potong Rambut, Sablon, Bengkel, Perikanan, Peternakan, dan Pertanian. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan: Bagaimana upaya mengimplementasikan program transisi ke pasca sekolah melalui pembinaan vokasional serpadu di Sekolah binaan wilayah Surabaya?
Beberapa strategi yang telah ditempuh dalam implementasi program transisi pasca sekolah ini, diantaranya:
- Menyusun program kerja masa trasisi pasca Sekolah
- Membentuk komunitas kerja Bersama (KKB)
- Menjalin kerja sama dengan DUDI sebanyak-banyaknya
- Melaksanakan program magang bagi siswa SMALB di daerah sekitar
- Membuat evaluasi dan tindak lanjut program transisi pasca sekolah
- Melaksanakan tindak lanjut dari hasil evaluasi
Gambar 2. Siswa SMALB-B Karya Mulya Magang: Tata Boga di Akademi Mojopahit Surabaya
Beberapa sekolah binaan telah melaksanakan kegiatan seperti diatas dan telah mendapat pengakuan dari masyarakat sekitar dalam mengembangkan program transisi pasca sekolah, diantaranya SLB-B Karya Mulya, sebagai sekolah binaan jenjang SMALB yang telah mengembangkan programnya sebagai implementasi yang bertajuk PROGADIS kependekan dari Program Magang Disabilitas. Program ini telah bekerja sama Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya dan beberapa DUDI di Surabaya dan sekitarnya dalam menindaklanjuti program transisi pasca Sekolah tersebut. Semua program yang telah dibuat oleh sekolah binaan layak dikembangkan sebagai alternatif mengatasi permasalahan siswa pasca sekolah, sehingga lebih banyak terserap dalam dunia kerja, khususnya lulusan SMALB yang siap terjun dalam masyarakat secara mandiri dan berkesinambungan.
Berdasarkan hasil analisis penilaian ternyata pembinaan vokasional terpadu dapat meningkat melalui Implementasi Program Transisi ke Pasca Sekolah di sekolah binaan Wilayah Surabaya, hal ini bisa dibuktikan dengan adanya gambaran perolehan prosentasse dalam dua siklus, hasil akhir diperoleh prosentase terkait model dan penyesuaian dengan DUDI sebagai target sebesar 65%, sedangkan keterlaksanaan pencapaian program dan pemanfaatan sarana dan prasarana memperoleh prosentase sebesar 74%. Dari hasil analisis data tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa implementasi program transisi ke pasca sekolah di sekolah binaan dapat meningkatkan vokasional siswa sekolah binaan. Keberhasilan kegiatanan ini masih terbatas pada kegiatan vokasional di sekolah binaan. Pembinaan secara berkelanjutan dan memaksimalkan sarana prasarana selama program transisi ke pasca sekolah berlangsung sangat mendukung.
Berdasarkan hasil analisis penilaian ternyata pembinaan vokasional terpadu dapat meningkat melalui Implementasi Program Transisi ke Pasca Sekolah di sekolah binaan Wilayah Surabaya, hal ini bisa dibuktikan dengan adanya gambaran perolehan prosentasse dalam dua siklus, hasil akhir diperoleh prosentase terkait model dan penyesuaian dengan DUDI sebagai target sebesar 65%, sedangkan keterlaksanaan pencapaian program dan pemanfaatan sarana dan prasarana memperoleh prosentase sebesar 74%. Dari hasil analisis data tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa implementasi program transisi ke pasca sekolah di sekolah binaan dapat meningkatkan vokasional siswa sekolah binaan. Keberhasilan kegiatanan ini masih terbatas pada kegiatan vokasional di sekolah binaan. Pembinaan secara berkelanjutan dan memaksimalkan sarana prasarana selama program transisi ke pasca sekolah berlangsung sangat mendukung.
Rekomendasi yang perlu disampaikan adalah:
- Dukungan atau bimbingan diberikan untuk mempertahankan keterlibatan orang tua dan guru/sekolah dalam persaingan kerja yang kompetitif atau mandiri.
- Pembinaan berkelanjutan dan memaksimalkan sarana dan prasarana program transisi ke pasca sekolah berlangsung sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
- Program magang dan peluang belajar di tempat kerja yang dibentuk dari DUDI semakin ditingkatkan untuk membantu menyediakan sebagai pengalaman kerja bagi siswa berkebutuhan khusus dan interaksi dengan dunia kerja.
- Sikap responsif dari orang tua terhadap kebutuhan siswa harus lebih ditingkatkan untuk bekal mereka dalam untuk terjun di masyarakat.
Klara Akustia Sujoto, S,Pd., M.MPd.
Pengawas PK-PLK Dinas Pendidikan Prov. Jawa Timur Wilayah Sidoarjo